Komunikasi Produktif Game Level 1#part 13
Assalamualaikum. Sore Bunda. Sedang berkegiatan apa hari ini? Danish belum bangun tidur jadi bisa cus masak dan melanjutkan cucian yang tertunda. Alhamdulillah beres, sembari nunggu Danish bangun, bagi cerita dulu ah. Oia, masak apa bunda hari ini? Atau kalau ga sempat memasak bisa membeli di luar asalkan makanan tersaji di rumah. Sekali kali bolehlah Bunda juga merasa santai.
Hari ini sedikit kacau komunikasi produktifnya, entah kenapa saya mudah sekali kesal. Misalnya Danish tidak mau beresin mainan pasirnya, atau merengek saat ditinggal ke kamar mandi. Kehilangan sebentar ibunya langsung memanggil sambil merengek padahal sebelumnya sudah pamit. “Danish, ibu ke kamar mandi dulu ya.” Atau “Danish, ibu buang air cucian dulu ya (di mesin cuci).” Saya usahakan selalu pamit kalau mau meninggalkan Danish meski hanya keluar kamar. Hal ini bertujuan agar Danish tahu kemana ibunya pergi. Bunda tahu ga sih kenapa anak usia Danish (2,5 tahun) selalu ingin temani dan merasa takut ditinggal ibunya? Kalau bunda tahu boleh donk dibagi ilmunya.
Kembali lagi ke masalah komunikasi produktif. Memang praktek di lapangan tidak semudah membalikkan telapak tangan apalagi jika emosi sedang tinggi atau sedang banyak pikiran. Mencoba menahan diri tapi entah kenapa tetap saja keceplosan. Seperti tadi Bunda sewaktu Danish membuka kulkas dan mencicipi apa saja isi di dalamnya. Danish memegang bakso di plastik kecil yang saya beli di tukang sayur, rencana akan dimasak siang dengan mi bihun. Danish memegang sambil bicara, “Bakso bakso (mungkin dia ingin memakannya).” Saya langsung sigap menjawab, “Dek, baksonya masih mentah jadi harus dimasak dulu.” Danish meletakkannya kembali. Lalu sewaktu sedang membuka kulkas sambil jongkok, dari gelagatnya sepertinya dia mau pup. “Danish, mau pup ya?”. Danish menjawab, “enggak, jongkok aja (berusaha mengelak).” Saya cek ternyata benar. Saya bawa Danish ke kamar mandi. Setelah selesai membereskan, saya langsung membersihkan yang tersisa di celana dalamnya. Ketika sedang membersihkan, Danish mendatangi saya sambil tersenyum dan memanggil. Waktu ditengok, ternyata Danish sedang menggigiti plastik bakso sampai berlubang dan makan setengah bakso. Panik saya, langsung buru-buru menyelesaikan di kamar mandi. Danish lari ke kamar, lalu saya rebut plastik bakso di tangannya. “Danish, ini mentah Dek harus dimasak dulu”. “Kamu ini ga bisa dibilangin.” Kalimat yang terakhir ini yang membuat saya sedih kenapa harus terucap. Tidak lama kemudian, waktunya sholat dhuhur. Langsung ambil wudhu, sholat, berdoa dan mohon ampun sama Allah atas kekhilafan saya. Saya juga minta maaf berkali-kali ke Danish karena sudah marah sama Danish. Saya juga menjelaskan kenapa saya marah. “Dek, ibu minta maaf ya sudah marah ke Danish, maafin ibu ya.” Dengan lugunya Danish mengatakan, “Danish maafin ibu.” Kami berpelukan dan bicara dari hati ke hati. Saya selalu sounding ke Danish tiap selesai sholat, “Danish, jadi anak yang sholeh, rajin sholat, rajin mengaji, sayang sama Allah, sama Rasulullah, sama Ayah ibu, kakek umi, dst.” Saya selalu membangun bonding dengan Danish agar memudahkan saya membimbingnya. Saya berharap kepada Allah agar kelak Danish mampu menjadi teladan yang baik untuk adik-adiknya.
Panjang ceritanya ya bunda? Semoga tidak bosan membacanya. Masih banyak kekurangan dalam diri saya tetapi insyaAllah saya akan berusaha memperbaiki diri dengan mempelajari ilmu parenting dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terima kasih untuk IIP dan seluruh pihak yang terkait yang sudah membagikan ilmunya kepada kami. Sungguh saya beruntung mengenal IIP. Love u so much. Sekian dulu ya bunda, hujan deras menguyur Bekasi, sampai jumpa besok dan terima kasih.
Wassalamualaikum…
Ibu Pembelajar
Resti
Komentar
Posting Komentar